Kamis, 15 Desember 2016

CINTA DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT

CINTA DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT
Para filosof mengidentitaskan cinta dengan keberadaan manusia. Dengan cinta manusia dapat menghayati dirinya sebagai pengemban aktif dunia aktivitasnya. Eksistensialis agamis yang beriman kepada Tuhan dan Filosof yang berpengaruh Hiedegger, menyatukan keberadaan real dengan cinta. Mereka menghadirkan cinta sebagi puncak kondisi luar biasa realitas alamiah dan sebagai komplemen dari keberadaan manusiawi. Inilah perbedaan prinsip antara manusia dan benda-benda, serta binatang.
Teori Cinta Erich Fromm
Dalam tinjauan Filsafat Erich Fromm, manusia modern kini telah kehilangan rasa cinta. Terkadang apa yang nampak sebagai suatu kemurahan hati sering sebenarnya tiada lain daripada ambisi yang terselubung, yang mengabaikan kepentingan-kepentingan kecil untuk mengejar kepentingan-kepentingan yang lebih besar. Itu tidak lain karena sekali lagi cinta manusia modern itu telah hilang. Hubungan antar manusia kini menjadi semu karena setiap orang menjadi barang komoditas bagi yang lainnya. Tidak ada cinta maupun benci dalam jalinan hubungan manusia zaman sekarang. Keakraban menjadi hambar, ketulusan hati menjadi hal yang direkayasa. Individu digerakkan oleh kepentingan egoistis dan bukan oleh cinta yang bersemi di hati manusia. Bila halnya demikian, manusia modern merasa terasing (teralienasi) terhadap alam, sesamanya bahkan asing terhadap dirinya sendiri.
Cinta dalam bahasa Latin mempunyai istilah amor dan caritas. Dalam istilah Yunani disebut philia, eros dan agape. Philia mempunyai konotasi cinta yang terdapat dalam persahabatan (dalam bahasa Cina sinonimnya jen). Amor dan eros adalah jenis cinta berdasarkan keinginan. Caritas dan agape merupakan tipe cinta yang lebih tinggi dan tidak mementingkan diri sendiri. Cinta adalah reaksi yang dipelajari dan emosional. Cinta merupakan tanggapan terhadap kelompok rangsangan dan perilaku yang dipelajari. Cinta adalah interaksi dinamis dihayati dalam setiap kehidupan kita. Maka cinta ada dimana-mana dan kapan saja.
Erich Fromm menjelaskan bahwa cinta adalah suatu kegiatan yang aktif. Karena itu cinta memiliki kebebasan untuk menentukan dirinya dan mencintai adalah memberikan kebebasan demi pertumbuhan yang dicintai. Dengan demikian cinta bukanlah suatu pengaruh pasif. Cinta adalah Standing in (tetap tegak di dalam) bukan Falling for (Jatuh untuk). Jika cinta adalah suatu kegiatan, berarti ia bukanlah benda melainkan lebih pada kerja, aktivitas, orientasi. Cinta bukanlah komoditas barang yang dapat dibarter dan diperjualbelikan apalagi dipaksakan oleh orang lain, karena ia tidak bisa terwujud dengan paksaan. Cinta adalah pilihan bebas yang diberikan secara suka rela atas kemauan sendiri dan rasional. Jika sesorang ingin membagi cintanya kepada orang lain, ia bebas memberikannya. Begitu juga sebaliknya, jika ada keinginan untuk tidak memberikan cintanya kepada orang lain, itu juga memberikan kebebasan baginya. Oleh karena itu, dalam cinta dituntut kedewasaan dalam berpikir, serta kesadaran dalam memilih.
Ekspresi tipikal cinta tidaklah mendominasi atau memiliki. Ekspresi ini, sebaliknya adalah pemberian secara mutual, yakni menerima dan memberi. Karena itu, menurut Marcel, cinta kita rasakan terhadap makhluk ini sama dengan keyakinan yang kita rasakan terhadap Tuhan.  Aktivitas yang paling jelas dalam kegiatan cinta dan mencintai adalah memberi. Menurut Fromm, selama ini ada kesalahan luar biasa dalam tindakan “memberi”. Memberi sering disamakan dengan “memberikan” sesuatu atau mengorbankan sesuatu. Bagi pribadi-pribadi yang perkembangan karakternya berhenti pada tahap orientasi reseptif, eksploitatif atau menimbun, tindakan “memberi” memang dimaknai dalam pengertian ini. Orang yang berkarakter pasar hanya akan memberi jika dia mendapat untung. Orang yang mengidap orientasi non-produktif akan merasa tindakan memberinya sebagai bentuk pemiskinan. Sementara orang yang berkarakter produktif, tindakan memberinya dimaknai sebagai bentuk ekspresi tertinggi dari potensi yang ada dalam diri mereka. Bagi mereka memberi adalah potensi dan vitalitas manusia yang menghasilkan kegembiraan luar biasa daripada menerima. Karena itulah mereka percaya dengan sebuah yang mengatakan “tangan di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah”.
Lalu apa saja yang mampu diberikan kepada orang lain? Manusia memberikan dirinya, memberikan sesuatu yang paling berharga yang dia miliki, yaitu kehidupannya. Kehidupan yang dimaksud Fromm bukan soal pengorbanan demi orang lain. Fromm mengkritik orang-orang modern yang memandang cinta dalam visi keindahan dan kenikmatannya saja tanpa melihat cinta sebagai bagian esensial dari seni hidup. Bahkan cinta adalah seni hidup itu sendiri dan merupakan pandangan terhadap manusia yang lebih utuh.
Fromm mengemukakan tiga kekeliruan orang-orang modern dalam memahami cinta. Pertama, persoalan cinta hanya dilihat sebagai persoalan “dicintai” ketimbang “mencintai”. Oleh karena itu, persoalan terpenting bagi kebanyakan orang adalah bagaimana agar dicintai, atau bagaimana agar bisa dicintai. Karena masalahnya adalah bagaimana agar dicintai (to be loved), maka orang-orang berusaha bagaimana ‘menciptakan’ dirinya semenarik mungkin bagi lawan jenisnya. Tentunya hal ini disesuaikan dengan selera zaman atau trend yang berkembang daam kehidupan sosial.
Kedua, persoalan cinta adalah persoalan objek bukan persoalan kemampuan. Orang berpikir bahwa mencintai adalah persoalan mudah, yang sulit adalah bagaimana mencari sasaran (objek) yang tepat. Namun persoalan objek cinta pun selalu mengalami perubahan dari masa ke masa. Fromm mencontohkan, bagi laki-laki zaman sekarang, gadis yang menarik tak ubahnya bingkisan yang selalu mereka inginkan. Sebaliknya bagi perempuan, lelaki yang menarik adalah hadiah yang selalu mereka dambakan. Arti “menarik” di sini tak lain adalah adanya kesesuaian dengan model karakter yang dicari-cari di pasar kepribadian.
Ketiga, sebagai implikasi dari kekeliruan tersebut, bahwa pengakuan cinta merupakan pengakuan jatuh cinta (falling in love) bukan pengalaman meng-ada dalam cinta (being in love) atau berdiri dalam cinta (standing in love). Pengalaman jatuh adalah pengalaman objektivikasi, bagaimana jatuh senantiasa berimplikasi kepemilikan terhadap orang lain.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar