Pancasila Sebagai Sistem
Filsafat
Pancasila bagi
masyarakat Indonesia bukanlah sesuatu yang asing. Pancasila terdiri dari lima
sila yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 dan diperuntukkan
sebagai dasar negara Indonesia. Namun, saat ini terutama di era reformasi dan
globalisasi membicarakan Pancasila dianggap sebagai keinginan untuk kembali
orde baru. Oleh karena itu, kajian Pancasila pada bab ini berpijak dari
kedudukan Pancasila sebagai filosofi bangsa, dasar, dan ideologi nasional.
Bangsa Indonesia
sebelum mendirikan negara Indonesia sudah memiliki nilai-nilai luhur yang
diyakini sebagai suatu pandangan hidup, jiwa, dan kepribadian dalam pergaulan.
Nilai-nilai luhur yang dimiliki masyarakat Indonesia terdapat dalam adat
istiadat, budaya, agama, kepercayaan terhadap adanya Tuhan. Nilai-nilai
luhur itu kemudian menjadi tolok ukur kebaikan yang berkenaan dengan hal-hal
yang bersifat mendasar dan abadi, seperti cita-cita yang ingin diwujudkannya
dalam hidup manusia. Pandangan hidup yang terdiri atas kesatuan rangkaian
nilai-nilai luhur itu merupakan suatu wawasan yang menyeluruh terhadap
kehidupan itu sendiri.
Pandangan hidup atau
weltanschauung berfungsi sebagai kerangka acuan, baik untuk menata kehidupan
pribadi maupun dalam interaksi manusia dengan komunitas dan alam
sekitarnya. Ketika cita-cita menjadi bangsa yang bersatu sudah sangat bulat
untuk hidup bersama atau living together dalam suatu negara merdeka, para
pendiri negara Indonesia merdeka sampai pada suatu pertanyaan yang mendasar di
atas apakah negara Indonesia merdeka ini didirikan?. Pertanyaan ini muncul
untuk menjawab kenyataan bahwa bangsa Indonesia yang menegara tidak mungkin
memiliki pandangan hidup atau falsafah hidup yang sa a dengan bangsa lain,
karena nilai-nilai luhur yang dimiliki tiap bangsa berbeda.
Untuk mengetahui
secara mendalam tentang Pancasila diperlukan pendekatan filosofis. Pancasila
dalam pendekatan filsafat adalah ilmu pengetahuan yang mendalam mengenai
Pancasila. Filsafat Pancasila secara ringkas dapat didefinisikan sebagai
refleksi kritis dan rasional tentang Pancasila dalam bangunan bangsa dan negara
Inndonesia (Syarbaini, 2003).
Selanjutnya, Pancasila
dalam pendekatan filsafat akan dibahas menjadi dua bagian, berikut ini.
1.
Nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila.
Berdasarkan pemikiran filsafat Pancasila pada dasarnya merupakan
suatu nilai. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, yaitu nilai
ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai
keadilan. Nilai berasal dari bahasa Inggris value dan bahasa Latin
valere artinya kuat, baik, dan berharga. Jadi, nilai adalah suatu penghargaan
atau kualitas terhadap suatu hal yang dapat menjadi dasar penentu tingkah laku
manusia. Ciri-ciri nilai adalah suatu yang abstrak bersifat normatif sebagai
motivator/daya dorong manusia dalam bertindak.
2.
Perwujudan nilai Pancasila sebagai norma bernegara.
Ada hubungan antara nilai dengan norma. Norma atau kaidah adalah
aturan atau pedoman bagi manusia dalam berperilaku sebagai perwujudan dari nilai.
Nilai yang abstrak dan normatif dijabarkan dalam wujud norma.
Nilai-nilai luhur yang
diyakini sebagai suatu pandangan hidup yang berkembang dalam masyarakat
Indonesia sebelum menegara itulah yang kemudian oleh para pendiri negara digali
kembali, ditemukan, dirumuskan, dan selanjutnya disepakati dalam rapat Badan
Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) sebagai dasar
filsafat negara atau filosofische grondslag dari negara yang akan didirikan.
Nilai-nilai luhur yang diyakini sebagai suatu pandangan hidup masyarakat
Indonesia itu terdiri atas keimanan dan ketaqwaan, nilai keadilan dan
keberadaban, nilai persatuan dan kesatuan, nilai mufakat, dan nilai
kesejahteraan. Nilai-nilai luhur tersebut kemudian disepakati oleh para pendiri
negara sebagai dasar filsafat negara Indonesia merdeka, yang oleh Ir. Soekarno
diusulkan bernama Pancasila.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar