Jumat, 23 Desember 2016

LOGIKA DALAM BERPIKIR ILMIAH

LOGIKA DALAM BERPIKIR ILMIAH
Logika berasal dari kata Yunani kuno (logos) yang berarti hasil pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Sebagai ilmu, logika disebut dengan logike episteme (Latin: logica scientia) atau ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur. Ilmu disini mengacu pada kemampuan rasional untuk mengetahui dan kecakapan mengacu pada kesanggupan akal budi untuk mewujudkan pengetahuan ke dalam tindakan. Kata logis yang dipergunakan tersebut bisa juga diartikan dengan masuk akal.
Nama ‘logika’ untuk pertama kali muncul pada filsuf Cicero (abad ke-1 sebelum masehi), tetapi masih dalam arti ‘seni berdebat’. Alexander Aphrodisias (sekitar permulaan abad ke-3 sesudah masehi) adalah orang yang pertama kali menggunakan kata ‘logika’ dalam arti ilmu yang menyelidiki lurus tidaknya pemikiran kita.
Macam-macam logika:
a.       Logika alamiah adalah kinerja akal budi manusia yang berpikir secara tepat dan lurus sebelum dipengaruhi oleh keinginan-keinginan dan kecenderungan-kecenderungan yang subyektif. Kemampuan logika alamiah manusia ada sejak lahir. 
b.      Logika ilmiah memperhalus, mempertajam pikiran serta akal budi. Logika ilmiah menjadi ilmu khusus yang merumuskan azas-azas yang harus ditepati dalam setiap pemikiran. Berkat pertolongan logika ilmiah inilah akal budi dapat bekerja dengan lebih tepat, lebih teliti, lebih mudah dan lebih aman. Logika ilmiah dimaksudkan untuk menghindarkan kesesatan atau, paling tidak, dikurangi.
Cara-cara berfikir logis dalam rangka mendapatkan pengetahuan baru yang benar:
a.       Penalaran deduktif (rasionalisme)
Penalaran Deduktif adalah cara berfikir yang bertolak dari pernyataan yang bersifat umum untuk menarik kesimpulan yang bersifat khusus, dengan demikian kegiatan berfikir yang berlawanan dengan induksi Penalaran deduktif merupakan salah satu cara berpikir logis dan analitis, berkat pengamatan yang semakain sestimatis dan kritis, serta makin bertambahnya pengetahuan yang diperoleh, lambar laun manusia berusaha menjawad masalah dengan cara rasional dengan meninggalkan cara irasional atau mitos. Pemecahan secara rasional berarti menggunakan rasio (daya pikir) dalam usaha memperoleh pengetahuan yang benar. Faham yang mendasarkan rasio untuk memperoleh kebenaran itu disebut faham rasionalisme. Dalam menyusun pengetahuan kaum rasionalis sering menggunakan penalaran deduktif.
b.      Penalaran induktif (empirisme)
Penalaran induktif adalah cara berfikir untuk menarik kesimpulan yang bersifat umum dari pengamatan atas gejala-gejala yang bersifat khusus. Penalaran ini diawali dari kenyataan-kenyataan yang bersifat khusus dan terbatas lalu diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum. Misalnya; dari pengamatan atas logam besi, tembaga, alumunium dan sebagainya, jika dipanaskan akan mengembang (bertambah panjang) dari sini dapat disimpulkan secara umum bahwa semua logam jika dipanaskan akan bertambah panjang.
c.       Analogi
Analogi adalah cara berfikir dengan cara membuktikan dengan hal yang serupa dan sudah diketahui sebelumnya. Disini penyimpulan dilakukan secara tidak langsung, tetapi dicari suatu media atau penghubung yang mempunyai persamaan dan keserupaan dengan apa yang akan dibuktikan.
d.      Komparasi
Komparasi adalah cara berfikir dengan cara membandingkan dengan sesuatu yang mempunyai kesamaan apa yang dipikirkan. Dasar pemikiran ini sama dengan analogi yaitu tidak langsung, tetapi penekanan pemikirannya ditujukan pada kesepadanan bukan pada perbedaannya.
e.       Kegunaan logika 
1)  Membantu setiap orang yang mempelajari logika untuk berpikir secara rasional, kritis, lurus, tetap, tertib, metodis dan koheren.
2)     Meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, cermat, dan objektif.
3)    Menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan berpikir secara tajam dan mandiri. 
4)  Memaksa dan mendorong orang untuk berpikir sendiri dengan menggunakan asas-asas sistematis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar