Selasa, 20 Desember 2016

kolerasi antara filsafat dan ilmu pendidikan

kolerasi antara filsafat dan ilmu pendidikan
Dalam berbagai bidang ilmu sering kita dengar istilah vertikal dan horisontal. Istilah ini juga akan terdengar pada cabang filsafat bahkan filsafat pendidikan. Antara filsafat dan pendidikan terdapat hubungan horisontal, meluas kesamping yaitu hubungan antara cabang disiplin ilmu yang satu dengan yang lain yang berbeda-beda, sehingga synthesa merupakan terapan ilmu pada bidang kehidupan yaitu ilmu filsafat pada penyesuaian problema-problema pendidikan dan pengajaran. Filsafat pendidikan dengan demikian merupakan pola-pola pemikiran atau pendekatan filosofis terhadap permasalahan bidang pendidikan dan pengajaran.
Adapun filsafat pendidikan menunjukkan hubungan vertikal, naik ke atas atau turun ke bawah dengan cabang-cabang ilmu pendidikan yang lain, seperti pengantar pendidikan, sejarah pendidikan, teori pendidikan, perbandingan pendidikan dan puncaknya filsafat pendidikan. Hubungan vertikal antara disiplin ilmu tertentu adalah hubungan tingkat penguasaan atau keahlian dan pendalaman atas rumpun ilmu pengetahuan yang sejenis.
Maka dari itu, filsafat pendidikan sebagai salah satu bukan satu-satunya ilmu terapan adalah cabang ilmu pengetahuan yang memusatkan perhatiannya pada penerapan pendekatan filosofis pada bidang pendidikan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan hidup dan penghidupan manusia pada umumnya dan manusia yang berpredikat pendidik atau guru pada khususnya.
Dalam buku filsafat pendidikan karangan Prof. Jalaludin dan Drs. Abdullah Idi mengemukakan bahwa Jhon S. Brubachen mengatakan hubungan antara filsafat dan pendidikan sangat erat sekali antara yang satu dengan yang lainnya. Kuatnya hubungan tersebut disebabkan karena kedua disiplin tersebut menghadapi problemaproblema filsafat secara bersama-sama.
Hubungan fungsional antara filsafat dan teori pendidikan, yaitu sebagai berikut :
1. Filsafat, dalam arti filosofis merupakan satu cara pendekatan yang dipakai dalam    memecahkan proplematika pendidikan dan menyusun teori-teori pendidikan oleh para ahli.
2.  Filsafat, berfungsi member arah bagi teori pendidikan yang telah ada menurut aliran filsafat tertentu yang memiliki relevansi dengan kehidupan yang nyata.
 3. Filsafat, dalam hal ini filsafat pendidikan, mempunyai fungsi untuk memberikan petunjuk dan arah dalam pengembangan teori-teori pendidikan menjadi ilmu pendidikan (paedagogik).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa antara filsafat Pendidikan dan pendidikan terdapat hubungan yang erat sekali dan tak terpisahkan. Filsafat pendidikan mempunyai peranan yang amat penting dalam suatu system pendidikan karena filsafat merupakan pemberi arah dan pedoman dasar bagi usaha-usaha perbaikan, meningkatkan kemajuan dan landasan kokoh bagi tegaknya system pendidikan. Dalam ruang inilah pendidikan bagi hidup manusia menjadi sesuatu hal yang penting untuk membawanya pada hidup yang bermakna. Dengan pendidikan, manusia akan mampu menjalani hidupnya dengan baik dan benar. Dengan demikian, ia bias tertawa, menangis, bicara, dan diam mengambil ukuran-ukuran yang tepat. Ini sangat berbeda dengan banyak diri yang tidak terdidik. Hubungan ini menurut pakar merupakan ilmu yang paling tertua dibandingkan dengan ilmu pengetahuan lainnya. Oleh karena itu, filsafat adalah induk semua ilmu-ilmu pengetahuan di muka bumi ini. Sementara, filsafat mengakui bahwa menurut substansinya yang ada itu tunggal, dan berada di tingkat abstrak, bersifat mutlak, serta tidak mengalami perubahan. Sedangkan, menurut eksistensinya, yang ada itu plural, berada di tingkat konkret, bersifat relative, dan mengalami perubahan terus-menerus. Jadi, segala sesuatu yang ada di dunia pengalaman itu bersal mula dari satu substansi. Persoalan yang muncul adalah bagaimana menyikapi segala pluralitas ini agar tidak terjadi benturan antara satu dan lainnya? Misalnya, pluralitas jenis, sifat, dan bentuk manusia, binatang, tumbuhan, dan badan-badan benda berasal dari satu substansi. Apakah yang seharusnya dilakukan agar antara manusia satu dan lainnya tidak saling berbenturan kepentingan sehingga dapat mengancam keteraturan social dan ketertiban dunia? Jawaban terhadap persoalan di atas adalah manusia harus bersikap dan berperilaku adil terhadap diri sendiri, masyarakat, dan terhadap alam. Agar dapat berbuat demikian, manusia harus berusaha mendapatkan pengetahuan yang benar mengenai keberadaan segala sesuatu yang ada ini, dari mana asalnya, bagaimana keberadaannya, dan apakah yang menjadi tujuan akhir keberadaan tersebut. Untuk itu, manusia harus mendidik diri dan sesamanya secara terus-menerus. Bertolak dari pemikiran filsafat tersebutlah pendidikan muncul dan memulai sesuatu. Manusia mulai mencoba mendidika diri dan sesamanya dengan sasaran menumbuhkan kesadaran terhadap eksistensi kehidupan ini. Dalam hal ini, kegiatan pendidikan ditekankan pada materi yang berisi pengetahuan umum berupa wawasan asal mula, eksistensi, dan tujuan kehidupan. Kesadaran terhadap asal mula dan tujuan kehidupan menjadi landasan bagi perilaku sehari-hari sehingga semua kegiatan eksistensi kehidupan ini selalu bergerak teratur menuju satu titik tujuan akhir. Tanpa filsafat,  pendidikan tidak dapat berbuat apa-apa dan tidak tahu apakah yang harus dikerjakan. Sebaliknya, tanpa pendidikan, filsafat tetap berada di dalam dunia utopianya. Oleh karena itulah, seorang guru harus memahami dan mendalami filsafat, khususnya filsafat pendidikan. Malalui filsafat pendidikan, guru memahami hakikat pendidikan dan pendidikan dapat dikembangkan melalui falsafah ontology, epistimologi, dan aksiologi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar