MODEL-MODEL PENALARAN
1.
Induksi
Induksi
adalah proses penalaran atau penarikan kesimpulan dimana benar tidaknya tesis
(pernyataan/proposisi) ditentukan oleh pengalaman.
Ada
dua jenis pengalaman: pertama adalah pengalaman langsung dan kedua adalah pengalaman
tidak lagsung. Induksi bisa bertolak dari kedua jenis pengalaman langsung,
maksudnya adalah cara kerja induksi adalah dengan merumuskan generalisasi dari
data-data yang dialami. Cotohnya adalah setelah mengamati 1.000 ekor gagak
berbulu hitam, maka ditarik kesimpulan bahwa “semua gagak berwarna hitam”.
Nduksi bertolak dari pengalaman tak langsung, maksudnya adalah penaikan
kesimpulan yang tidak diperoleh melalui pengalaman (observasi) langsung, akan
tetapi melalui eksperimen yang biasanya dengan menggunakan hipotesis. Sebagai
contoh, “beberapa serangka kebal terhadap radiasi nuklir”, rendahnya kadar gulu
dalam darah menyebabkan depresi” dan conto-contoh lainnya.
Kedua
jenis penaralan induksi ini bertolak dari fakta, peristiwa-peristiwa konkret dan
khusus. Dari fakta-fakta khusus itu kita menarik kesimpulan yang umum
(general). Kebenaran dan kesalahan penarikan kesimpulan pada penalaran ini
ditentukan oleh pengalaman (fakta), baik melalui verifikasi atau falsifikasi.
Pernyataan atau klaim empiris disebut juga dengan pernyataan a posteriori.
Metode induksi mendasarkan pengetahuan pada observasi tentang realitas yang
dapat dihindari dan menolak realitas metafisika masuk kedalam wilayah ilmu
pegetahuan.
2.
Deduksi
Deduksi
adalah proses penalaran yang bertolak dari generalisasi (hal yang umum) lalu
kita rumuskan kesimpulan yang lebih khusus. Cara kerja ilmu-ilmu a priori (ilmu
pasti: matematika, logika) berdasarkan cara kerja penalaran jenis ini.
Pernyataan atau klaim deduktif disebut juga dengan klaim a priori (tanpa
pengalaman). Kebenaran dan kesalahan klain a priori tidak ditentukan oleh
pengamatan (pengalaman). Kebenaran a priori hanya dapat diketahui melalui rasio
atau “intuisi intelektual”. Klaim a priori bersifat niscaya yaitu
keyakinan-keyakinan tentang sesuatu yang pasti atau yang tidak mungkin. Klaim a
priori yang sekali dinyatakan benar, akan tetapi benar, (misalnya dalil atau
postulat matmatika).
Dalam
penalaran deduktif, istilah valid atau sahih sering digunakan. Terkadang
istilah ini mungkin sering disamakan dengan “benar”. Namun, dalam logika dan
filsafat istilah valid (itas) memiliki maksud yang berbeda dengan istilah
“benar”. Istilah validitas lebih berkaitan dengan struktur atau bentuk dari
suatu argument deduktif, bukan tentang kebenaran atau kesalahan premis dan
kesimpulan. Salah satu cara untuk menentukan validitas sebuah argument
pendukung adalah dengan memeriksa apakah argument itu memiliki bentuk argument
yang valid. Contoh: merumuskan argument modus ponens dengan mengganti P dan Q
dengan kalimat sederhana yaitu:
P
dengan “janin adalah manusia”
Q
dengan “aborsi adalah pembunuhan”
Maka,
hasil argumennya adalah sebagai berikut:
a. Jika
janin adalah manusi (P), maka aborsi adalah pembunuhan (Q)
b. Janin
adalah manusia (P)
c. Maka
aborsi adalah pembunuhan (Q).
Argument
pada contoh diatas ialah valid, akan tetapi bisa saja premis-premis dan
kesimpulannya salah (untuk mengetahui masalah ini secara luas silahkan pelajari
buku logika).
3.
Abduksi
Abduksi
adalah sebuah bentuk pembuktian berdasarkan silogisme. Pembuktian ini berbeda
pembuktian berdasarkan deduktif dan induktif. Sifat pembuktian ini lebih lemah
ketimbang pembuktian deduksi merupakan satu model penalaran ilmiah. Abduksi
adalah cara pembuktian abduksi bertolah dari sebuah kasus particular menuju
sebuah “penjelasan yang mungkin” tentang kasus itu.
Penalaran
abduksi ini tidak memberikan kepastian mutlak (probable). Misalnya, ada satu
kasus atau fakta A yang menimbulkan tanda tanya. Lalu diajukan hipotesis B.
jika hipotesa B benar, maka fakta A adalah sesuatu yang biasa-biasa saja. Oleh
Karena itu, hipotesa B mungkin benar.
4.
Dialektika
Dengan
menggunakan metode dialog, Socrates mengajak orang untuk mengajukan
pendapatnya. Ia menyadari melalui dialog itu akan diperoleh atau diungkap kekurangan atau ketidakbenaran
pengetauan dan lalu hasilnya dari pendapat itu dapat dirumuskan satu kebenaran.
Metode Socrates ini lebih dikenal dengan dialektika’ tekhne atau seni
berdialog. Dengan berdialog dapat dilakukan proses: membandingkan, menyisihkan,
memperjelas, hingga menolak kemudian baru ditarik pengertian umum. Metode
Socrates tersebut mencoba menjernihkan keyakinan orang, menjernihkan konsep dan
pengertian; meneliti apakah seseorang melihat konsistensi dan tidak jelas,
Karena itu disamping disebut metode dialektika, metode ini juga disebut metode
kritis. Yang dicari Socrates lewat metode tersebut adaah hakikat, rumusan
analitis yang menjelaskan kodrat atau susunan esensial dari segala sesuatu.
Di
era modern, metode dialektika ini digunkan utamanya oleh hegel (dan juga
muridnya, Marx). Hegel adalah seorang tamatan sekolah tinggi teologi dan pada
tahun 1816 diangkat menjadi guru besar di Universitas Heidelberg sementara pada
tahun 1818 pindah ke Universitas Berlin sampai ia meninggal. Filsafat Hegel
disebut puncak idealism Jerman karena meletakan tekanan yang besar pada
subjektivitas pada seluruh keyakinan. Baginya, keseluruhan kenyataan adalah
merupakan perwujudan dari akal yang tak terbatas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar