Jumat, 23 Desember 2016

MODEL-MODEL PENALARAN

MODEL-MODEL PENALARAN
1.      Induksi
Induksi adalah proses penalaran atau penarikan kesimpulan dimana benar tidaknya tesis (pernyataan/proposisi) ditentukan oleh pengalaman.
Ada dua jenis pengalaman: pertama adalah pengalaman langsung dan kedua adalah pengalaman tidak lagsung. Induksi bisa bertolak dari kedua jenis pengalaman langsung, maksudnya adalah cara kerja induksi adalah dengan merumuskan generalisasi dari data-data yang dialami. Cotohnya adalah setelah mengamati 1.000 ekor gagak berbulu hitam, maka ditarik kesimpulan bahwa “semua gagak berwarna hitam”. Nduksi bertolak dari pengalaman tak langsung, maksudnya adalah penaikan kesimpulan yang tidak diperoleh melalui pengalaman (observasi) langsung, akan tetapi melalui eksperimen yang biasanya dengan menggunakan hipotesis. Sebagai contoh, “beberapa serangka kebal terhadap radiasi nuklir”, rendahnya kadar gulu dalam darah menyebabkan depresi” dan conto-contoh lainnya.
Kedua jenis penaralan induksi ini bertolak dari fakta, peristiwa-peristiwa konkret dan khusus. Dari fakta-fakta khusus itu kita menarik kesimpulan yang umum (general). Kebenaran dan kesalahan penarikan kesimpulan pada penalaran ini ditentukan oleh pengalaman (fakta), baik melalui verifikasi atau falsifikasi. Pernyataan atau klaim empiris disebut juga dengan pernyataan a posteriori. Metode induksi mendasarkan pengetahuan pada observasi tentang realitas yang dapat dihindari dan menolak realitas metafisika masuk kedalam wilayah ilmu pegetahuan.
2.      Deduksi
Deduksi adalah proses penalaran yang bertolak dari generalisasi (hal yang umum) lalu kita rumuskan kesimpulan yang lebih khusus. Cara kerja ilmu-ilmu a priori (ilmu pasti: matematika, logika) berdasarkan cara kerja penalaran jenis ini. Pernyataan atau klaim deduktif disebut juga dengan klaim a priori (tanpa pengalaman). Kebenaran dan kesalahan klain a priori tidak ditentukan oleh pengamatan (pengalaman). Kebenaran a priori hanya dapat diketahui melalui rasio atau “intuisi intelektual”. Klaim a priori bersifat niscaya yaitu keyakinan-keyakinan tentang sesuatu yang pasti atau yang tidak mungkin. Klaim a priori yang sekali dinyatakan benar, akan tetapi benar, (misalnya dalil atau postulat matmatika).
Dalam penalaran deduktif, istilah valid atau sahih sering digunakan. Terkadang istilah ini mungkin sering disamakan dengan “benar”. Namun, dalam logika dan filsafat istilah valid (itas) memiliki maksud yang berbeda dengan istilah “benar”. Istilah validitas lebih berkaitan dengan struktur atau bentuk dari suatu argument deduktif, bukan tentang kebenaran atau kesalahan premis dan kesimpulan. Salah satu cara untuk menentukan validitas sebuah argument pendukung adalah dengan memeriksa apakah argument itu memiliki bentuk argument yang valid. Contoh: merumuskan argument modus ponens dengan mengganti P dan Q dengan kalimat sederhana yaitu:
P dengan “janin adalah manusia”
Q dengan “aborsi adalah pembunuhan”
            Maka, hasil argumennya adalah sebagai berikut:
a.       Jika janin adalah manusi (P), maka aborsi adalah pembunuhan (Q)
b.      Janin adalah manusia (P)
c.       Maka aborsi adalah pembunuhan (Q).
Argument pada contoh diatas ialah valid, akan tetapi bisa saja premis-premis dan kesimpulannya salah (untuk mengetahui masalah ini secara luas silahkan pelajari buku logika).
3.      Abduksi
Abduksi adalah sebuah bentuk pembuktian berdasarkan silogisme. Pembuktian ini berbeda pembuktian berdasarkan deduktif dan induktif. Sifat pembuktian ini lebih lemah ketimbang pembuktian deduksi merupakan satu model penalaran ilmiah. Abduksi adalah cara pembuktian abduksi bertolah dari sebuah kasus particular menuju sebuah “penjelasan yang mungkin” tentang kasus itu.
Penalaran abduksi ini tidak memberikan kepastian mutlak (probable). Misalnya, ada satu kasus atau fakta A yang menimbulkan tanda tanya. Lalu diajukan hipotesis B. jika hipotesa B benar, maka fakta A adalah sesuatu yang biasa-biasa saja. Oleh Karena itu, hipotesa B mungkin benar.
4.      Dialektika
Dengan menggunakan metode dialog, Socrates mengajak orang untuk mengajukan pendapatnya. Ia menyadari melalui dialog itu akan diperoleh atau  diungkap kekurangan atau ketidakbenaran pengetauan dan lalu hasilnya dari pendapat itu dapat dirumuskan satu kebenaran. Metode Socrates ini lebih dikenal dengan dialektika’ tekhne atau seni berdialog. Dengan berdialog dapat dilakukan proses: membandingkan, menyisihkan, memperjelas, hingga menolak kemudian baru ditarik pengertian umum. Metode Socrates tersebut mencoba menjernihkan keyakinan orang, menjernihkan konsep dan pengertian; meneliti apakah seseorang melihat konsistensi dan tidak jelas, Karena itu disamping disebut metode dialektika, metode ini juga disebut metode kritis. Yang dicari Socrates lewat metode tersebut adaah hakikat, rumusan analitis yang menjelaskan kodrat atau susunan esensial dari segala sesuatu.
Di era modern, metode dialektika ini digunkan utamanya oleh hegel (dan juga muridnya, Marx). Hegel adalah seorang tamatan sekolah tinggi teologi dan pada tahun 1816 diangkat menjadi guru besar di Universitas Heidelberg sementara pada tahun 1818 pindah ke Universitas Berlin sampai ia meninggal. Filsafat Hegel disebut puncak idealism Jerman karena meletakan tekanan yang besar pada subjektivitas pada seluruh keyakinan. Baginya, keseluruhan kenyataan adalah merupakan perwujudan dari akal yang tak terbatas.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar